Perilaku Berulang, Terbatas, dan Stereotip pada Anak Autis

Perilaku Berulang, Terbatas, dan Stereotip pada Anak Autis

Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) atau autisme sering menunjukkan pola perilaku yang unik dan khas. Salah satu ciri utama dalam diagnosis autisme adalah adanya perilaku berulang, terbatas, dan stereotip  atau dalam istilah ilmiah disebut Restricted, Repetitive, and Stereotyped Behaviors (RRBs). Banyak orang tua atau guru sering merasa bingung atau khawatir ketika anak menunjukkan perilaku seperti mengepakkan tangan, mengulang kata, atau marah jika rutinitas berubah. Namun, memahami mengapa perilaku ini muncul jauh lebih penting daripada sekadar melarangnya.

Apa Itu Perilaku Berulang, Terbatas, dan Stereotip?

Perilaku berulang, terbatas, dan stereotip merupakan sekumpulan pola yang muncul berulang kali dan sering kali tampak tidak memiliki tujuan jelas. Namun, bagi anak autis, perilaku ini memiliki fungsi tertentu  baik untuk menenangkan diri, mengatur emosi, maupun mencari stimulasi sensorik. Menurut DSM-5-TR, ciri perilaku ini mencakup: gerakan tubuh berulang, keterikatan terhadap rutinitas, minat terbatas, serta reaksi yang tidak biasa terhadap rangsangan sensorik.

Mengapa Perilaku Ini Terjadi?

Penelitian menunjukkan bahwa perilaku berulang dan stereotip pada anak autis berkaitan dengan perbedaan fungsi otak dan sistem sensorik. Faktor-faktor penyebabnya antara lain faktor neurologis, pemrosesan sensorik yang berbeda, kebutuhan akan keteraturan, regulasi diri, dan minat yang mendalam.

Tabel Ringkas: Perilaku Berulang, Terbatas, dan Stereotip pada Anak Autis

Kategori Perilaku Ciri / Bentuk Umum Fungsi atau Tujuan yang Mungkin Contoh Kasus Nyata
Gerakan motorik berulang (Stereotyped Movements) Mengepakkan tangan, menggoyangkan tubuh, memutar benda Regulasi sensorik (menenangkan diri atau mencari stimulasi fisik) Rafi (6 tahun) sering mengepakkan tangan sambil melompat ketika merasa senang atau terlalu bersemangat. Saat dilarang, ia tampak lebih gelisah.
Penggunaan benda atau bahasa yang berulang Menyusun mainan berbaris, fokus pada bagian benda, echolalia Eksplorasi sensorik atau bentuk komunikasi Sinta (5 tahun) suka menyusun mobil mainan berbaris dan memutar rodanya berulang-ulang. Ia juga sering mengulang kalimat dari film kartun.
Rutinitas kaku (Insistence on Sameness) Tidak mau rutinitas berubah, menolak perubahan kecil, cemas bila lingkungan berubah Memberikan rasa aman dan kontrol Dito (7 tahun) harus selalu berangkat sekolah lewat jalan yang sama. Jika rute berubah, ia menangis dan menolak turun dari mobil.
Minat terbatas atau intens (Restricted Interests) Terobsesi pada topik tertentu, menghabiskan waktu hanya untuk satu aktivitas Memberikan fokus dan kenyamanan emosional Nia (8 tahun) sangat tertarik pada dinosaurus dan bisa menyebutkan semua jenisnya, tetapi jarang tertarik pada topik lain.
Respons sensorik berulang Menatap cahaya, mengendus benda, menepuk permukaan Menstimulasi sistem sensorik sesuai kebutuhan tubuh Arka (4 tahun) suka menatap kipas angin berputar lama dan terlihat lebih tenang setelahnya.

Bagaimana Menyikapi dan Menanganinya?

Menangani perilaku berulang dan stereotip tidak berarti menghapusnya, tetapi memahami fungsinya dan mengarahkannya menjadi perilaku yang lebih adaptif. Strategi yang bisa dilakukan meliputi memahami fungsi perilaku, menggunakan pendekatan positif, memberikan alternatif aktivitas sensorik, serta melibatkan terapi seperti Terapi ABA,

Pentingnya Empati dalam Pendampingan

Pendekatan empatik, konsisten, dan berbasis pemahaman ilmiah akan membantu anak merasa aman, diterima, dan berkembang. Perilaku berulang bukan penghalang, melainkan bagian dari cara unik anak memahami dunia.

Sumber Referensi

 

 

 

 

 

Menangani Anak dengan Gangguan Perkembangan Saraf: Terapi, Penelitian, dan Harapan Perkembangan

Menangani Anak dengan Gangguan Perkembangan Saraf: Terapi, Penelitian, dan Harapan Perkembangan

Setiap anak berhak tumbuh dan berkembang dengan bahagia, meskipun ada yang menghadapi tantangan berbeda. Salah satunya adalah anak dengan gangguan perkembangan saraf atau Neurodevelopmental Disorder (NDD). Kondisi ini sering membuat orang tua bingung harus mulai dari mana. Kabar baiknya, dengan penanganan yang tepat, anak tetap bisa berkembang secara optimal.

1. Apa Itu Gangguan Perkembangan Saraf pada Anak?

Gangguan perkembangan saraf adalah kondisi yang memengaruhi cara otak anak bekerja dan berkembang. Anak dengan NDD mungkin mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, berinteraksi sosial, mengatur perilaku, atau belajar hal baru. Kondisi ini biasanya muncul sejak dini dan berbeda pada setiap anak.

Beberapa contoh gangguan yang termasuk dalam kategori ini antara lain:
1. Autism Spectrum Disorder (ASD) – anak mengalami tantangan dalam komunikasi sosial dan memiliki minat atau perilaku berulang.
2. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) – anak sulit fokus, mudah terdistraksi, atau sangat aktif.
3. Specific Learning Disorder (Disleksia, Diskalkulia, Disgrafia)  – anak mengalami kesulitan belajar membaca, menulis, atau berhitung.
4. Intellectual Disability  – anak memiliki keterlambatan kemampuan intelektual.
5. Tic Disorder / Tourette Syndrome  – anak melakukan gerakan atau suara berulang yang tidak disadari.

Menurut para ahli, gangguan ini disebabkan oleh kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan yang memengaruhi perkembangan otak sejak dini.

2. Cara Menangani Anak dengan Gangguan Perkembangan Saraf

Menangani anak dengan gangguan perkembangan saraf bukan tentang “menyembuhkan”, tetapi tentang membantu mereka beradaptasi, belajar, dan menemukan cara terbaik untuk berkembang. Terapi Perilaku (Behavioral Therapy)
Terapi ini membantu anak memahami perilaku positif, belajar mengikuti instruksi, dan mengurangi perilaku yang menghambat. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah Applied Behavior Analysis (ABA).

pelatihan atau konseling agar lebih percaya diri dalam mendampingi anak di rumah.

3. Apa Kata Penelitian tentang Gangguan Perkembangan Saraf?

Penelitian menunjukkan bahwa anak dengan NDD memiliki potensi luar biasa untuk berkembang. Menurut Courchesne et al. (2020), otak anak dengan gangguan perkembangan saraf memiliki kemampuan beradaptasi yang disebut neuroplastisitas  kemampuan otak untuk membentuk jalur baru dan belajar dari pengalaman.

Beberapa studi juga menunjukkan hasil positif dari intervensi dini seperti Early Start Denver Model (ESDM)  yang meningkatkan kemampuan sosial dan komunikasi anak dengan autisme.

Artinya, semakin cepat anak mendapatkan intervensi yang tepat, semakin besar peluang mereka untuk berkembang.

 

4. Bisakah Anak dengan Gangguan Perkembangan Saraf Berkembang Seperti Anak Tipikal?

Tentu bisa  dengan cara dan waktu yang berbeda.

Anak dengan NDD memiliki keunikan dalam cara berpikir dan belajar. Banyak dari mereka yang unggul dalam bidang seni, musik, logika visual, atau teknologi. Dengan dukungan terapi, lingkungan yang menerima, serta bimbingan yang sabar, anak dapat berkembang dengan bahagia dan percaya diri.

Setiap anak memiliki potensi,  tugas Orang tua dan Terapis  adalah menemukan cara terbaik untuk menumbuhkannya.

5. Kesimpulan
Menangani anak dengan gangguan perkembangan saraf adalah perjuangan panjang. Dengan terapi yang tepat, pendidikan yang inklusif, dan dukungan dari keluarga dan sekitar. anak-anak ini bisa berkembang menjadi pribadi yang mandiri.

Mari kita ubah cara pandang: bukan “mereka berbeda”, tetapi “mereka unik dan berharga”.

Sumber Tulisan

.1. Courchesne, E., et al. (2020). Neurodevelopmental disorders: From Genetics to Functional Pathways. Trends in Neurosciences.
2. Arnett, A. B., & Pennington, B. F. (2024). Unpacking the overlap between Autism and ADHD in adults. Comprehensive Psychiatry.
3. Alvares, G. A., et al. (2023). Systematic Review and Meta-Analysis: Prevalence of Neurodevelopmental Disorders. European Journal of Paediatrics.
4. Bölte, S., et al. (2023). Neurodevelopmental disorders: Research and interventions beyond diagnosis.  Journal of Neural Transmission.

5. Yale Child Study Center (2024). Autism and Neurodevelopment Research.  Yale University

Internal Link EDUfa: [Layanan Terapi EDUfa](#), [Panduan Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus](#)